Rabu, 12 Maret 2014

KESALAHAN TERORIS DALAM MEMAKNAI JIHAD





 Hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kita mengadukan segala fitnah dan ujian yang mendera. Akibat ulah sekolompok anak muda yang hanya bermodalkan semangat belaka dalam beragama, namun tanpa disertai kajian ilmu syar’i yang mendalam dari Al-Qur’an dan As-Sunnah serta bimbingan para ulama, kini ummat Islam secara umum dan Ahlus Sunnah secara khusus harus menanggung akibatnya berupa celaan dan citra negatif sebagai pendukung terorisme.

Aksi-aksi terorisme yang sejatinya sangat ditentang oleh syari’at Islam yang mulia ini justru dianggap sebagai bagian dari jihad di jalan Allah sehingga pelakunya digelari sebagai mujahid, apabila ia mati menjadi syahid, pengantin surga, calon suami bidadari (??)

Demi Allaah, akal dan agama mana yang mengajarkan terorisme itu jihad ?!

Akal dan agama mana yang mengajarkan lempar bom di sembarang tempat itu amal saleh ???!

Berikut beberapa penyimpangan terorisme dari syari’at Islam dan menjelaskan beberapa hukum jihad syar’i yang diselisihi para Teroris.

Penjelasan ini insyaa Allaah berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah serta keterangan para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah para pengikut generasi salaf (generasi sahabat Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam).

Pelanggaran-pelanggaran hukum "Jihad Islami" yang dilakukan Teroris :

A. Pelanggaran Pertama :

- Tidak memenuhi syarat-syarat Jihad dalam syari’at Islam.

Jihad melawan orang kafir terbagi dua bentuk :

1. Jihad difa’ (defensif, membela diri).
2. Jihad tholab (ofensif, memulai penyerangan lebih dulu).

Adapun yang dilakukan oleh para Teroris tidak diragukan lagi adalah jihad ofensif (menyerang lebih dulu) sebab jelas sekali mereka yang lebih dahulu menyerang.

Dalam jihad defensif, ketika ummat Islam diserang oleh musuh maka kewajiban ummat untuk membela diri tanpa ada syarat-syarat jihad yang harus dipenuhi (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam Al-Ikhtiyarat Al-Fiqhiyah, hal. 532 dan Al-Fatawa Al-Kubrô, 4/608).

Akan tetapi, untuk ketegori jihad ofensif terdapat syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi sebelum melakukan jihad tersebut. Di sinilah salah satu perbedaan mendasar antara jihad dan terorisme.

==> Bahwa jihad terikat dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan Allah Ta’ala dalam syari’at-Nya, sedangkan terorisme justru menerjang aturan-aturan tersebut.

Maka inilah syarat-syarat jihad ofensif kepada orang-orang kafir yang dijelaskan para ulama :

Syarat Pertama :

- Jihad harus di pimpin oleh seorang kepala negara

Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda :


“Siapa yang taat kepadaku maka sungguh ia telah taat kepada Allah dan siapa yang bermaksiat terhadapku maka sungguh ia telah bermaksiat kepada Allaah. Dan siapa yang taat kepada pemimpin maka sungguh ia telah taat kepadaku dan siapa yang bermaksiat kepada pemimpin maka sungguh ia telah bermaksiat kepadaku. Dan sesungguhnya seorang pemimpin adalah tameng, dilakukan peperangan di belakangnya dan dijadikan sebagai pelindung.” [HR. Al-Bukhari, no. 2957]

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata :

“Dan makna dilakukan peperangan di belakangnya, yaitu dilakukan peperangan bersamanya melawan orang-orang kafir, Al-Bughôt (para pembangkang terhadap penguasa), kaum khawarij, dan seluruh pengekor kerusakan dan kezaliman.” (Syarah Muslim, 12/230)

Syarat Kedua :

- Jihad harus didukung dengan kekuatan yang cukup Untuk menghadapi (baca : memulai penyerangan - AK) musuh di perlukan kekuatan yang cukup, sehingga apabila kaum muslimin belum memiliki kekuatan yang cukup dalam menghadapi musuh, maka gugurlah kewajiban tersebut dan yang tersisa hanyalah kewajiban untuk mempersiapkan kekuatan.

Allaah Subhânahu wa Ta’ala menegaskan :

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kalian menggentarkan musuh Allah dan (juga) musuh kalian serta orang-orang selain mereka yang kalian tidak mengetahui nya, sedang Allah mengetahui nya.” (Al - Anfâl : 60)

Di antara dalil akan gugurnya kewajiban jihad bila tidak ada kemampuan, adalah hadits An- Nawwâs bin Sam’ân radhiyallahu ‘anhu tentang kisah Nabi ‘Isâ ‘alaihissalâm membunuh Dajjal, kemudian disebutkan keluarnya Ya`jûj dan Ma`jûj, “…Dan tatkala (Nabi ‘Isâ) dalam keadaan demikian maka Allah mewahyukan kepada (Nabi) ‘Isâ, “Sesungguhnya Aku akan mengeluarkan sekelompok hamba yang tiada tangan (baca : kekuatan) bagi seorangpun untuk memerangi mereka, maka bawalah hamba-hamba-Ku berlindung ke (bukit) Thûr.” Kemudian, Allah mengeluarkan Ya`jûj dan Ma`jûj, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi….” (HR. Muslim, no. 2937)

Perhatikan hadits ini, tatkala kekuatan Nabi ‘Isâ ‘alaihissalâm dan kaum muslimin yang bersama beliau waktu itu lemah untuk menghadapi Ya`jûj dan Ma`jûj, maka Allaah TIDAK memerintah mereka untuk mengobarkan peperangan dan menegakkan jihad (menyerang musuh), bahkan mereka diperintah untuk berlindung ke bukit Thûr.

Demikian pula, ketika Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dan para sahabat masih lemah di Makkah, Allah Ta’ala melarang kaum Muslimin untuk berjihad, padahal ketika itu kaum Muslimin mendapatkan berbagai macam bentuk kezhaliman dari orang-orang kafir.

Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyah rahimahullâh berkata :

“Dan beliau (Nabi shollallâhu ‘alaihi wa sallam) diperintah untuk menahan (tangan) dari memerangi orang-orang kafir karena ketidak mampuan beliau dan kaum muslimin untuk menegakkan hal tersebut. Tatkala beliau hijrah ke Madinah dan mempunyai orang-orang yang menguatkan beliau, maka beliaupun diizinkan untuk berjihad.” (Al-Jawâb Ash- Shohîh, 1/237)

Syarat Ketiga :

- Jihad di lakukan harus oleh kaum muslimin yang memiliki wilayah kekuasaan.

Perkara ini tampak jelas dari sejarah Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, bahwa beliau diizinkan berjihad oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika telah terbentuknya satu kepemimpinan dengan Madinah sebagai wilayahnya dan beliau sendiri sebagai pimpinannya.

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan :

“Awal di syariatkannya jihad adalah setelah hijrahnya Nabi shollallahu‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam ke Madinah menurut kesepakatan para ulama.” (Fathul Bari, 6/4-5 dan Nailul Authar, 7/246-247).

Demikianlah syarat-syarat jihad dalam syari’at Islam.

Adapun dari sisi akal sehat bahwa tujuan jihad adalah untuk meninggikan agama Allah Ta’ala sehingga Islam menjadi terhormat dan berwibawa di hadapan musuh, hal ini tidak akan tercapai apabila tidak dipersiapkan dengan matang dengan suatu kekuatan, persiapan dan pengaturan yang baik.

Maka ketika syarat-syarat di atas tidak terpenuhi, sebagaimana dalam aksi-aksi terorisme, hasilnya justru bukan membuat Islam menjadi tinggi, malah memperburuk citra Islam, sebagaimana yang kita saksikan saat ini.

B. Pelanggaran Kedua :

- Memerangi orang kafir sebelum didakwahi dan ditawarkan apakah memilih Islam, membayar jizyah atau perang.

Pelanggaran ini menunjukkan kurangnya semangat para Teroris (pelaku penyerangan dan bom bunuh diri) untuk mengusahakan hidayah kepada manusia dan semakin jauh dari tujuan jihad itu sendiri, padahal hakikat jihad hanyalah sarana untuk menegakkan dakwah kepada Allah Ta’ala.

Ini juga merupakan bukti betapa jauhnya mereka dari pemahaman yang benar tentang jihad, sebagaimana tuntunan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam kepada para mujahid yang sebenarnya, yaitu para sahabat radhiyallahu‘anhum.

Dalam hadits Buraidah radhiyallâhu ‘anhu, beliau berkata :

“Adalah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa âlihi wa sallam apabila beliau mengangkat amir/pimpinan pasukan beliau memberikan wasiat khusus untuknya supaya bertakwa kepada Allah dan (wasiat pada) orang-orang yang bersamanya dengan kebaikan. Kemudian, beliau berkata, “Berperanglah kalian di jalan Allah dengan nama Allah, bunuhlah siapa yang kafir kepada Allah, berperanglah kalian dan jangan mencuri harta rampasan perang dan janganlah mengkhianati janji dan janganlah melakukan tamtsîl (mencincang atau merusak mayat) dan janganlah membunuh anak kecil dan apabila engkau berjumpa dengan musuhmu dari kaum musyrikin dakwailah mereka kepada tiga perkara, apa saja yang mereka jawab dari tiga perkara itu maka terimalah dari mereka dan tahanlah (tangan) terhadap mereka, serulah mereka kepada Islam apabila mereka menerima maka terimalah dari mereka dan tahanlah (tangan) terhadap mereka, apabila mereka menolak maka mintalah jizyah (upeti) dari mereka dan apabila mereka memberi maka terimalah dari mereka dan tahanlah (tangan) terhadap mereka, apabila mereka menolak maka mintalah pertolongan kepada Allah kemudian perangi mereka”. (HR. Muslim, no. 1731)

C. Pelanggaran Ketiga

- Membunuh orang muslim dengan sengaja

Kita katakan bahwa mereka sengaja membunuh orang muslim yang tentu sangat mungkin berada di lokasi pengeboman karena jelas sekali bahwa negeri ini adalah negeri mayoritas muslim. Dan mereka sadar betul di sini bukan medan jihad seperti di Palestina dan Afganistan, bahkan mereka tahu dengan pasti kemungkinan besar akan ada korban muslim yang meninggal. (Belum lagi sampai ada yang secara sengaja melakukan setangan bom disebuah masjid saat sholat jum'at, ini jelas ada kesengajaan membunuh ummat muslim !! - AK)

Tidakkah mereka mengetahui adab Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam sebelum menyerang musuh di suatu daerah ?!

Disebutkan bahwa dalam hadits Anas bin Mâlik radhiyallâhu ‘anhu :

“Sesungguhnya Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam apabila bersama kami untuk memerangi suatu kaum, beliau tidak melakukan perang tersebut hingga waktu pagi, kemudian beliau menunggu, apabila beliau mendengar adzan maka beliau menahan diri dari mereka dan apabila beliau tidak mendengar adzan maka beliau menyerang mereka secara tiba-tiba. ”(HR. Al-Bukhâri, no. 610)

Tidakkah mereka mengetahui betapa terhormatnya seorang muslim itu di sisi Allah Ta’ala ?!

Tidakkah mereka mengetahui betapa besar kemarahan Allah Ta’ala atas pembunuh seorang muslim ?!

Allah Ta’ala berfirman :

“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mu’min dngn sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutuknya serta menyediakan azab yang besar baginya”. (An-Nisâ`: 93)

Dan Nabi shollallahu ‘alaihi wa‘alaalihi wasallam menegaskan :

“Sungguh sirnanya dunia lebih ringan di sisi Allah dari membunuh (jiwa) seorang muslim.” (riwayat At-Tirmidzi, no. 1399,)

D. Pelanggaran Keempat.

- Membunuh orang kafir tanpa pandang bulu

Inilah salah satu pelanggaran Teroris dalam berjihad yang menunjukkan pemahaman mereka yang sangat dangkal tentang hukum-hukum agama dan penjelasan para ulama.

Ketahuilah, para ulama dari masa ke masa telah menjelaskan bahwa tidak semua orang kafir yang boleh untuk dibunuh, maka pahamilah jenis-jenis orang kafir berikut ini :

1. Kafir harbiy

Yaitu orang kafir yang memerangi kaum muslimin. Inilah orang kafir yang boleh untuk dibunuh

2. Kafir dzimmy

Yaitu orang kafir yang tinggal di negeri kaum muslimin, tunduk dengan aturan-aturan yang ada dan membayar jizyah (sebagaimana dalam hadits Buraidah di atas), maka tidak boleh dibunuh.

3. Kafir mu’ahad.

Yaitu orang kafir yang terikat perjanjian dengan kaum muslimin untuk tidak saling berperang, selama ia tidak melanggar perjanjian tersebut maka tidak boleh dibunuh.

4. Kafir musta’man.

Yaitu orang kafir yang mendapat jaminan keamanan dari kaum muslimin atau sebagian kaum muslimin, maka tidak boleh bagi kaum muslimin yang lainnya untuk membunuh orang kafir jenis ini.

Dan termasuk dalam kategori ini adalah para pengunjung suatu negara yang diberi izin masuk (visa) oleh pemerintah kaum muslimin untuk memasuki wilayahnya.

Banyak dalil yang melarang pembunuhan ketiga jenis orang kafir di atas, bahkan terdapat ancaman yang keras dalam sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam :

“Siapa yang membunuh kafir mu’ahad ia tidak akan mencium bau surga dan sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun”. (HR. Al-Bukhari, no. 3166, 6914)

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berpendapat bahwa kata mu’ahad dalam hadits di atas mempunyai cakupan yang lebih luas. Beliau berkata :

“Dan yang diinginkan dengan (mu’ahad) adalah setiap yang mempunyai perjanjian dengan kaum muslimin, baik dengan akad jizyah (kafir dzimmy), perjanjian dari penguasa (kafir mu’ahad), atau jaminan keamanan dari seorang muslim (kafir musta’man).” (Fathul Bary, 12/259)

Jumat, 07 Maret 2014

Racun Hati (1) : Banyak memandang





Yang dimaksud dengan banyak memandang, yaitu melepaskan pandangan kepada sesuatu dengan sepenuh mata, dan memandang kepada yang tidak halal untuk dipandang.
Allah ber firman,

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya"; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.Katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah
mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka. Dan hendaklah mereka menutup kain kudung kedada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara mereka, putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.Dan Janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan
yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman agar kamu beruntung. (QS An-Nur: 30 - 31)

Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah bersabda,"Telah ditetapkan kepada manusia bagiannya dari perzinahan, ia pasti melakukan hal itu. Kedua mata, zinanya ialah memandang. Kedua telinga, zinanya adalah mendengar. Lidah, zinanya adalah berbicara, Tangan,zinanya adalah memukul (meraba). Kaki, zinanya adalah melangkah. Hati, berkeinginan dan berangan-angan. Dan yang membenarkan atau menggagalkan semua itu, adalah kemaluan. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Ahmad)

Dari Jarir berkata, Aku bertanya kepada Rasulullah tentang pandangan yang tiba-tiba (tidak sengaja). Beliau menjawab, "Alihkan pandanganmu." (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Ahmad)

Berlebihan memandang dengan mata, menimbulkan anggapan indah terhadap apa yang dipandang dan mepertautkan hati yang memandang kepadanya. Selanjutnya,terlahirlah berbagai kerusakan dan bencana dalam hatinya, diantaranya:
1. Pandangan adalah anak panah beracun di antara anak panah Iblis
Barangsiapa menundukkan pandangannya karena Allah, Dia akan memberikan kepadanya kenikmatan dan kedamaian dalam hatinya, yang ia rasakan sampai bertemu dengan-Nya.
2. Pandangan merupakan pintu masuk syetan
Sesungguhnya masuknya syetan lewat jalan ini melebihi kecepatan aliran udara ke ruang hampa. Syetan akan menjadikan wujud yang dipandang seakan-akan indah,
menjadikannya sebagai berhala tautan hati. Kemudian mengobral janji dan angan-angan. Lalu syetan menyalakan api syahwat, dan ia lemparkan kayu bakar maksiat. Seseorang tidak mungkin melakukannya tanpa ada gambaran wujud yang dipandangnya.
3. Pandangan menyibukkan hati, menjadikannya lupa terhadap hal-hal yang bermanfaat baginya, dan menjadi penghalang antara keduanya. Akhirnya urusannya pun menjadi kacau. Dia menjadi selalu lalai dan mengakui
hawa nafsunya. Allah ber firman,
Dan janganlah kamu taat kepada orang yang telah Kami lalaikan hatinya dari dzikir kepada Kami dan mengikuti hawa nafsunya serta urusannya kacau-balau. (QS. Al-Kah : 28)

Demikianlah, melepaskan pandangan secara bebas mengakibatkan tiga bencana ini.

Para dokter hati (ulama') bertutur,Antara mata dan hati ada kaitan yang sangat erat. Bila mata telah rusak dan hancur, maka hatipun rusak dan hancur. Hati seperti ini, ibarat tempat sampah yang berisikan segala najis, kotoran dan sisa-sisa yang menjijikkan. Ia tidak layak dihuni cinta dan ma'rifatullah, tidak akan merasa tenang dan damai bersama Allah, dan tidak akan mau inabah (kembali) kepada Allah. Yang bersemayam di dalamnya adalah yang berlawanan dengan semua itu.

Membiarkan pandangan lepas adalah maksiat kepada Allah dan dosa, sebagaimana firmanNya pada Al-Qur'an surat An-Nur ayat 30 dan 31 yang telah disebutkan.
Allah ber firman,
Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat, dan apa yang disembunyikan oleh hati. (QS Al-Mukmin: 19)

Membiarkan pandangan lepas menyebabkan hati menjadi gelap, sebagaimana menahan pandangan menyebabkan hati bercahaya.

Bila hati telah bersinar, maka seluruh kebaikan dari segala penjuru akan masuk ke dalamnya. Sebaliknya apabila hati telah gelap, maka berbagai keburukan dan bencana akan masuk ke dalamnya, dari segala penjuru.
Seorang yang shalih berkata,

Barangsiapa mengisi lahirnya dengan mengikuti sunnah, mengisi batinnya dengan muraqabah (merasa diawasi Allah), menjaga pandangannya dari yang diharamkan, menjaga dirinya dari yang syubhat (belum jelas halal
haramnya), dan hanya memakan yang halal, rasatnya tidak akan meleset.

Racun Hati (2) : Banyak bicara



Barangsiapa melepaskan tali kendali lidahnya, maka syetanpun akan memperdayanya dari segala penjuru, sehingga menggiringnya menuju tepian jurang, kemudian menjatuhkannya sampai ke dasar.

Hal ini disebabkan karena lidah mempunyai pengaruh yang sangat besar. Keimanan dan keka firan bisa tampak melalui lihad (syahadat).

Untuk itu mari kita perhatikan beberapa dalil berikut :

1. Dari Mu'adz, dari Rasulullah bersabda,"Dan tiadalah yang menelungkupkan wajah atau batang hidung manusia ke dalam api neraka, melainkan karena ulah lidahnya." (HR. At Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim, shahih)

2. Tiadalah suatu perkataan pun yang diucapkannya, melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. (QS Qaf: 18).

3. Dari Sufyan bin Abdillah Ats-Tsaqafi berkata,aku bertanya, "Ya Rasulullah, apakah yang paling anda takutkan terhadap diri saya?" Beliau bersabda, "Ini." sambil memegang lidahnya. (HR. At Tirmidzi, Ibnu Majah, Al Hakim dan Ad Darimi, shahih)

4. Dari Uqbah bin Amir berkata, "Ya Rasulullah, apakah keselamatan itu?" Beliau bersabda, "Peliharalah lidahmu." (HR. At-Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Mubarak, shahih)

5. Beliau bersabda pula,Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam. (HR. Bukhari dan Muslim)

6. Dari Abu Hurairah, bahwasanya ia mendengar Rasulullah bersabda, Sesungguhnya, seorang hamba berbicara dengan sebuah pembicaraan yang jelas (ia anggap biasa); ternyata hal itu membuat ia tergelincir ke dalam api neraka lebih jauh dari pada jarak timur dan barat. (HR. Bukhari dan Muslim)

7. Dari Abdullah bin Mas'ud, ia berkata, Demi Allah, tiada tuhan yang pantas disembah selain Dia. Tiada sesuatu pun yang lebih pantas untuk dipenjara lebih lama,(kecuali) dari lidahku. Beliau juga berkata,Wahai lidah, berkatalah yang baik, kamu akan beruntung. Dan Diamlah dari yang buruk, (maka) kamu akan selamat, sebelum kamu menyesal.

8. Dari Abu Darda' berkata : "Berlakulah adil terhadap dua telinga dari lidah. Dijadikan untuk anda dua telinga dan satu lidah, supaya anda lebih banyak mendengar daripada berbicara."

Setalh kita mengeathui beberapa dalil diatas, sekarang marilah kita menjaga lisan/lidah kita (termasuk tulisan dalam dunia maya/internet), karena seringan  ringannya bencana lidah yaitu berbicara tentang sesuatu yang tidak berfaidah.

Racun Hati (3) : Banyak sembarang bergaul





Ini merupakan penyakit berbahaya yang mengakibatkan banyak keburukan. Ia dapat menghilangkan nikmat dan menebarkan permusuhan. Ia juga menanamkan kedengkian yang dahsyat, serta mengakibatkan kerugian dunia dan akhirat.

Dalam bergaul, hendaknya kita mengklasifikasikan (membagi) manusia menjadi dua kelompok, yang baik dan buruk. Karena ketidakmampuan kita membedakan dua kelompok ini, dapat membawa bencana.

Berikut ini beberpa hal yang perlu anda renungi dalam memlih teman dalam pergaulan :
  1. Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zhalim menggigit dua tangannya, seraya berkata, "Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur'an, ketika Al-Qur'an itu telah datang kepadaku." Dan adalah syetan itu tidak mau menolong manusia. (Al-Furqan : 27 - 29)
  2. Teman-teman akrab para hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertaqwa. (Az-Zukhruf : 67)
  3. Rasulullah bersabda, "Perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk, adalah seperti penjual minyak wangi dan peniup api (pandai besi), adakalanya memberi anda (minyak wangi), atau anda membeli darinya, atau anda mendapat bau wangi darinya. Adapun peniup api (pandai besi), adakalanya membakar pakaian anda, atau  anda mendapatkan bau yang kurang sedap darinya." (HR. Bukhari dan Muslim)
  4. Rasulullah bersabda, "Seseorang itu mengikuti agama sahabatnya. Maka, hendaklah kalian memperhatikan siapa sahabat kalian." (Hadits hasan, diriwayatkan Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi)
  5. Rasulullah bersabda, "Janganlah anda berteman melainkan dengan orang mukmin dan janganlah memakan makananmu, kecuali orang bertaqwa." (HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan Abu Dawud dengan sanad yang hasan)
  6. Berkata Umar bin Khathab,"Janganlah anda berjalan bersama orang fajir (yang bergelimangan dalam dosa), karena dia akan mengajarkan kepada anda perbuatan dosanya."

Alangkah bahagianya, apabila kita diberi rezki oleh Allah berupa teman yang shalih.Teman yang selalu mengingatkan dan menasihati kita  untuk tetap istiqamah, sehingga kita selamat dari api neraka dan masuk ke dalam surga. Itulah teman yang baik dan bermanfaat di dunia dan akhirat.

Semoga Allah senantiasa menyelamatkan hati kita dari segala racun dan kotorannya, sehingga kita selalu bersih dan bersinar sampai berjumpa denganNya. Amin, ya rabbal 'alamin.

Copyright @ 2013 Encyclopedia Islam.